- Back to Home »
- Thomas Fatah »
- Sejenak bersama MasDi
Hari yang cerah dan matahari memberikan rasa hangat pada kedua mata Thomas yang masih terpejam. Dengan malas, tubuh bulat itu menggelinjang beringsut merubah arah tidurnya menghindari arah datangnya cahaya. Sedetik kemudian mata itu terbelalak kaget begitu sadar bahwa jam dinding sudah menunjukkan waktu yang lumayan mengagetkan, jam sepuluh kurang lima menit.
Pemuda bertubuh (sedikit) bulat banget ini melompat ke samping tempat tidur dan buru buru berlari ke kamar mandi untuk gosok gigi dan cuci muka. Tidak mandi.
" Duh kesiangan lagi .... " gerutunya sambil mengguyur muka dengan air kran yang mengalir lambat, khas perkotaan.
Secepat kilat kolor dan T-shirt buluknya sudah berganti celana jeans hitam dan kemeja yang berwarna sama. Setengah berlari, dia mengambil tas selempang berwarna khaki andalan yang sebenernya cuma berisi dompet nyaris tanpa isi, botol parfum yang isinya cairan pewangi loundry sachetan, sama buku agenda kerja bersampul batik merah berenda. eh .....
_______________
Bret ....bret .... bret .......
Lady Punky mendadak mbrebet parah. Vespa berwarna pink itu hanya mampu berjalan sepuluh meter dari kos, untuk kemudian berhenti total. Keringat dinginpun semakin membanjiri tubuh Thomas. Terbayang wajah pak bos yang berlipat lipat dengan tatapan tajam dan mulut yang penuh busa.... ditambah lagi ancaman potongan gaji akibat keterlambatan itu.
Bengkel yang berada di garasi rumah kontrakan itu memang tidak begitu besar, tidak tepat di pinggir jalan raya (sekitar 200 meter dari pertigaan jalan besar kabupaten), juga buka Senin Kamis alias semaunya yang punya. Padahal kalau pas buka, ramainya minta ampun. Selalu antri dan punya jam operasional yang beda dengan bengkel lain. Selalu tutup ketika ada adzan berkumandang hingga setengah jam berikutnya. Apapun yang terjadi, ada atau tidak ada "pasien" yang sedang operasi.....
Pemilik bengkel itu dikenal dengan panggilan MasDi, seorang bapak bapak menjelang setengah tua, umur kepala empat, bertubuh tinggi kurus dengan kulit kecoklatan dan rambut cepak. Selalu tersenyum dan terkenal nyentrik tapi suka berbagi ilmu dengan konsumennya terkait masalah motor.
" Assalamu'alaikum .... "
" Wa'alaikumsalam .... leh..... kenapa lagi mas ndut ? " jawab MasDi sambil tersenyum ramah.
" mbuuh mas..... biasa, aleman .... " jawab Thomas sambil memarkir vespa nya di ruang periksa bengkel yang kebetulan baru saja buka itu.
" oalah.... wes sini langsung tak atasi. Mumpung masih sepi " sahut MasDi sigap.
Thomaspun segera menuju kursi panjang di depan bengkel untuk meluruskan kakinya sambil menghela nafas.
" beberapa hari ini bengkel tutup ya mas ? " tanyanya membuka pembicaraan
" nggak juga mas, saya yang bener bener tutup pas hari Jum'at Sabtu kemarin saja. Sebelumnya tetep buka tapi nggak mesti jamnya. Lha gimana si ? " jawab MasDi singkat
" Nggak apa apa mas, cuma penasaran aja kok buka bengkelnya semaunya gitu mas ? nggak takut ditinggal pasien ? "
" Nganu mas, kalau urusan pasien si nggak tak pikir. Karena kalau ada pasien itu sama juga dengan ada rejeki. Bagi saya yang namanya rejeki itu sumbernya di langit lho, bukan di bumi. Jadi ya sudah ada yang ngatur, nggak perlu ngoyo. Tinggal pasrah dan berdoa saja .... "
" Bukan ngoyo sih mas, tapi lebih ke rasional saja menurutku "
" hehehe .... malah justru rasional banget mas. "
" maksudnya ?"
" Coba mas pikirkan, dengan buka bengkel sesuai kondisi badan kita, otomatis kesehatan kita terjaga. Kan kita yang tahu sendiri seberapa sehat badan kita, seberapa fit tenaga kita untuk dibawa bekerja, dan dengan berserah pada Sang Pembagi Rejeki pikiran kita jadi nggak terbebani untuk target pendapatan tertentu. Bayangkan kalau kita sampai sakit. Biaya untuk berobatnya berapa ? itu kalo yang sakit cuma badan, lha kalo yang sakit sampai pikiran kita ? jadi gila ? apa nggak bundas ? kita wong cilik je .... "
" Saya sudah bertahun tahun buka bengkel seperti ini justru malah banyak dapat teman bengkel lain, kalo pas belum atau nggak buka, bengkel bengkel di sepanjang jalan ini otomatis jadi dapat pelanggan, mereka dapat rejeki juga. Dapat senyum dan tambah teman sesama orang bengkel itu juga rejeki lho "
" Nggak pengen kaya orang lain yang bengkelnya lama lama jadi besar dan kaya raya mas ?"
" Lah kalo pengen kaya ya jelas pengen mas, tapi prosesnya yang sederhana sajalah. Biasanya kebanyakan orang semakin kaya hutangnya juga semakin banyak kan ? apa hidupnya bisa bahagia kalo hutangnya banyak ? saya pikir nggak lho "
" Saya nggak pingin kehidupan saya terganggu gara gara hutang kok mas. Gini gini saya masih bisa pulang ke kampung nengok emak, mancing di kali gede, makan sate sama anak anak, dan nabung untuk haji. Ya sedikit demi sedikit tapi insyaalloh targetnya jelas lah ..... hehe ...... "
" ya sering pulang kampung karena disana masih bisa menyapa tetangga, mereka senyumnya juga loss, mancing di sungai sambil menghirup udara yang segarnya masyaalloh, duduk di pinggir sawah yang anginnya asli bukan dari blower, masih banyak suara indahnya kodok, jangkrik yang jauh lebih indah dari suara dentuman sound horeg
" masnya masih muda, mau kerja keras atau kerja cerdas, itu pilihan masnya. tapi mau apa coba kalo sekarang kerja keras pake ngoyo trus besok pas tua uangnya cuma buat ngobatin penyakit akibat over kerja dimasa muda ? nggak enak lho mas. Banyak contohnya di sekitar kita kok "
" Time is money "
" iya mas, waktu adalah uang. tapi bagi saya orang yang mengartikan bahwa itu maksudnya menggunakan waktu sebenar benarnya untuk mencari uang adalah keliru. bagi saya ungkapan itu maksudnya adalah lebih bisa menghargai waktu dengan sebaik baiknya, karena waktu tidak akan bisa kembali dan tidak akan pernah ternilai dengan uang. Waktu lebih berharga daripada uang mase .... "
" Saya ngobrol sama sampean gini adalah salah satu cara saya menghargai waktu mas, sambil servis motor, sambil kita silaturahmi berbagi pengalaman hidup. Dan saya yakin sampean akan teringat saya bukan hanya sekedar tukang servis motor saja, tapi juga sebagai seorang teman. "
" Itu juga rejeki lho mas ....... " lanjutnya.
Dan Thomas pun terdiam tidak bisa berkomentar lagi. Di pikirannya semua yang disampaikan MasDi sangat benar dan tidak terbantahkan. Sementara dirinya yang bekerja kantoran justru selalu mengedepankan pekerjaannya yang masih duniawi, tanpa sedikitpun toleransi.
" mas ..... haloo .... malah ngalamun ki lho .... "
" eh iya mas..... maaf. jadi kepikiran ini ..... "
" kepikiran gimana ? maaf ya kalau saya ada perkataan yang salah "
" nggak mas .... malah justru saya yang terimakasih kok. sudah diingatkan ..... "
" lha terus kenapa kepikiran ? "
" nganu mas ....... saya lapar ....... "